RSS

Daily Archives: 06/03/2009

Maahad Al-Zaytun : Pendukung Pluralisme! SESAT!! SESAT!!

Artikel ini saya ambil dari www.tokohindonesia.com
kesesatan yang sangat nyata!!
——————————————————-

Tatkala Mars Universitas Al-Zaytun BERKUMANDANG DI GEREJA

Oleh: Ch Robin Simanullang
Sekali lagi Ma’had Al-Zaytun dan GPIB (Gereja Protestan Indonesia bagian Barat) mengimplementasikan dan memancarkan misi toleransi dan perdamaian secara nyata. Kali ini, setelah Syaykh al-Ma’had Dr Abdussalam Panji Gumilang didaulat berpidato (khotbah) di podium altar gereja, Mars Universitas Al-Zaytun berjudul Ajaran Illahi untuk Semua pun berkumandang di gereja itu, dinyanyikan bersama seluruh jemaat dan eksponen Ma’had Al-Zaytun.

Hari itu, Sabtu malam 29 Oktober 2005, di gedung gereja GPIB Koinonia Jl. Matraman Raya, Jakarta, Badan Pelaksana Musyawarah Pelayanan (BP Mupel) GPIB Jakarta Timur periode 2000 – 2005 yang di ketuai Pdt Rudolf A Tendean, menyelenggarakan acara kebaktian peringatan HUT GPIB ke-57. Acara itu, dihadiri para eksponen Ma’had Al-Zaytun dipimpin Syaykh al-Ma’had Abdussalam Panji Gumilang atas undangan penyelenggara.

Acara itu dimulai pukul 18.00. Diawali kebaktian yang dihadiri para pendeta dan pelayan gereja GPIB se Jakarta Timur. Kemudian seusai acara kebaktian, rombongan eksponen Ma’had Al-Zaytun setelah sholat dan berbuka puasa, ikut bergabung masuk dalam gedung gereja. Ini kedua kalinya eksponen Ma’had Al-Zaytun bergabung bersama jemaat di dalam gedung gereja GPIB Koinonia itu.

Pertama kali Syaykh Panji Gumilang dan rombongan masuk dalam gereja itu pada Rabu malam 7 Juli 2004. Saat itu, seusai kebaktian bulanan khusus untuk memperlengkapi jemaat dengan tema aktual, Syaykh Panji Gumilang didaulat berpidato. Syaykh menjelaskan visi dan misi Ma’had Al-Zaytun sebagai pusat pendidikan dan pengembangan budaya toleransi dan perdamaian.

Setelah itu, Sabtu 31 Juli 2004, sekitar 200 orang jemaat GPIB Koinonia dipimpin Pendeta Rudolf Andreas Tendean, yang akrab dipanggil Pendeta Rudy, selaku Ketua Majelis Jemaat, mengunjungi Ma’had Al-Zaytun. Kala itu, rombongan ini disambut dengan hangat penuh persaudaraan dalam suatu upacara khusus yang dihadiri seluruh santri, guru dan eksponen Ma’had Al-Zaytun. Kala itu, Pendeta Rudy didaulat memimpin doa pada penghujung acara dan saat mengunjungi Masjid Rahmatan lil ‘Alamin yang tengah dibangun di kampus Al-Zaytun itu.

Hubungan persaudaraan ini, bermula dari ketulusan Syaykh al-Ma’had Panji Gumilang mengirimkan kartu ucapan Selamat Hari Natal ke berbagai pimpinan dan jemaat gereja di bulan Desember 2003. Kartu ucapan selamat Natal ini direspon Majelis Jemaat GPIB dengan membuka komunikasi langsung serta mengutus beberapa anggota Majelis Jemaat mengunjungi Ma’had Al-Zaytun.

Persahabatan pun kian akrab, untuk tujuan yang sama yakni toleransi dan perdamaian. Tidak sekadar diucapkan atau diwacanakan dalam retorika, tetapi diimplementasikan secara nyata dalam sikap dan perbuatan. Saling menghormati, mengasihi dan saling memberi dan saling mendoakan sesuai iman dan kepercayaan masing-masing.

Begitulah, pada bulan suci, Sabtu malam 29 Oktober 2005, rombongan eksponen Ma’had Al-Zaytun pun disambut hangat penuh persaudaraan oleh para pendeta dan pelayan gereja GPIB se Jakarta Timur yang berkumpul di gereja GPIB Koinonia, Jakarta. Pendeta Rudy dan Pendeta Kokali (yang mempim kebaktian) menyambut kedatangan rombongan dan menyampaikan sambutan selamat datang.

Pendeta Rudy menjelaskan tema acara HUT GPIB ke-57 malam itu, yang dihadiri para pendeta dan pelayan gereja GPIB se Jakarta Timur. Acara itu dilanjutkan 31 Oktober 2005 dihadiri para pendeta dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kemudian tanggal 17- 19 Nopember dilanjutkan sidang lima tahunan GPIB yang akan dihadiri utusan 271 jemaat dari 24 provinsi beserta undangan dari gereja-gereja di dunia. Sidang itu akan menentukan perjalanan lima tahun GPIB ke depan. “Dan dalam lima tahun ke depan itu, ada Pemilihan Umum tahun 2009, kita harap ada tampil dari Ma’had Al-Zaytun,” kata Pendeta Rudy.

Tuhan yang Sama
Setelah itu Syaykh Panji Gumilang, didaulat memberi sambutan. Diawali ucapan Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kemudian Syaykh pertama-tama mengucapkan syukur kehadirat Allah SAW yang selama ini mempertemukan atau menjalinkan persahabatan di antara mereka.

Syaykh mengatakan bahwa pihaknya selalu menyukuri dan merespon setiap kali mendapatkan informasi apa pun bentuknya dari semua sahabat di GPIB. “Ini tanda syukur kami, kebahagian yang kami dapatkan dari Tuhan Yang Maha Esa,” katanya.

Kepada para pimpinan gereja-gereja GPIB di Jakarta Timur, Syaykh menyampaikan salam hormat dari seluruh keluarga al-Zaytun nun jauh di sebuah pedalaman Indramayu. Dia pun menjelaskan bagaimana komunikasi terjalin di antara mereka. Diawali dari beberapa hari sebelumnya, Syaykh saling kontak telepon dengan Pendeta Rudy. Pendeta menyampaikan ada ulang tahun GPIB ke-57.

“Tatkala beliau mengatakan Pak Panji siap datang, kami jawab apabila Bapak mengundang kami. Tapi andaikan tidak mengundang, kami akan berdiri di halaman kemudian mendengar khotbah-khotbah yang disampaikan Pak Pendeta Tendean,” kata Syaykh. Dan dilanjutkannya: “Terkadang undangan itu menjadi penting atau juga tidak penting. Tapi yang mempererat kita adalah kedekatan jiwa, itu yang penting kita tegakkan.”

Dalam khotbahnya, Syaykh menjelaskan bahwa pihaknya, setiap habis sholat itu bercengkerama dengan Tuhan. “Kami menyampaikan pujian-pujian dan doa. Yang intinya seperti ini, kalau kita bahasa Indonesiakan: Ya Tuhan, Engkau adalah hakekat perdamaian dan sumber perdamaian itu, kemudian damai itu akan kembali padaMu. Dan kami mohon berikan kami hidup penuh perdamaian dan masukkan kami ke dalam sorga yang penuh damai. Itulah cengkerama kami secara bersama dengan Tuhan.”

Dia pun mempertegas ungkapan Pendeta Kokali, yang terlebih dahulu memberi sambutan, bahwa pertemuan ini laksana hidup damai di sorga. Bagi kami, katanya, ini tidak laksana lagi. Melainkan hidup damai seperti ini, itulah cerminan sorga yang hakiki. “Kami selalu minta agar di kehidupan kami diberikan damai laksana di sorga, dan hari ini kita rasakan,” ungkapnya.

Syaykh juga menyambut pernyataan Pendeta Kokali bahwa dengan pertemuan damai seperti ini, ke depan bangsa Indonesia yang akan berubah. “Kami juga bersama sahabat-sahabat di Indramayu mempunyai persepsi seperti itu dan makanya seperti ini. Kami yakin, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang ber-Tuhan, Tuhannya sama. Ada orang yang mengatakan seperti agamanya itu berbeda, Tuhannya sama.”

Maka, kata Syaykh, tatkala terjadi pertikaian antaragama, ini menandakan kita belum kenal Tuhan. Karena mana ada bertikai antar Tuhan. Di mana ada Tuhan yang sama lantas bertikai? Satu mengatakan bertikai atas nama Tuhan, yang satu mempertahankan kehidupan atas nama Tuhan. Jadi Tuhan kontra Tuhan. Rasio kita tidak bisa menerima, irasional. Maka mari kita ciptakan hidup bersama karena Tuhan kita sama. Sumber perdamaian dari Tuhan yang sama.

Lantas bagaimana kita menyebut Sang Tuhan itu? Maka dalam ungkapan bahasa Arab ‘Allahuma antassalam’ – ‘Ya Allah, Engkau damai itu, perdamaian itu’. Maka tatkala kami yakin perdamaian itu dari Tuhan maka kami sampaikan Assalamu’alaikum – Damai untukmu. Itu makna dari assalamu’alaikum.

Syaykh Panji Gumilang menegaskan, tatkala kami mengucapkan assalamu’alaikum – damai untukmu, rambutmu tak boleh diganggu apalagi darahmu. Itulah yang kami yakini dan itulah yang kami sebarkan dalam kehidupan kami. Dan kita musti hidup bersama, lepaskan batas-batas yang tidak perlu membatasi kehidupan kita, karena Tuhan tidak pernah membatasi.”

Tuhanmu memuliakan umatNya sedangkan ummat adalah ciptaanNya. Mengapa kita yang bukan pencipta tidak menghormati ciptaanNya. Tuhan mengucapkan dan memberikan pernyataan, “Aku muliakan anak Adam.” Apapun bentuknya, apapun agamanya, Aku muliakan anak Adam, begitu tuntunan Illahi.

Maka, Syaykh menegaskan, ini berarti bahwa ajaran Illahi bukan untuk satu golongan, bukan untuk satu ummat, tapi ajaran Illahi adalah untuk semua. “Karena kita memegang ajaran Illahi, inti pertama kita ciptakan perdamaian dengan penuh semangat juang untuk menyebarkan visi dan misi perdamaian,” tegasnya.

Mars Universitas Al-Zaytun
Selanjutnya Syaykh Panji Gumilang menjelaskan perkembangan Ma’had Al-Zaytun. Pada 27 Agustus 2005 telah diresmikan Universitas Al-Zaytun Indonesia. Bersamaan dengan itu juga dibuka perguruan tingkat dasar, karena ijinnya keluar dari Departemen Agama maka dinamakan Madrasah Ibtidaiyah, artinya sekolah dasar.
Mengenai visi dan misi Universitas Al-Zaytun, Syaykh mengemukakan tertuang dalam syair lagu Mars Universitas Al-Zaytun berjudul: Ajaran Illahi Untuk Semua. Lagu itu kemudian dinyanyikan bersama. Teks dan notasi lagu itu dibagikan ke semua hadirin. Pertama-tama Mars Universitas Al-Zaytun itu dibawakan rombongan eksponen Ma’had Al-Zaytun.

Kemudian seorang pendeta tampil ke depan memimpin koor raksasa yakni semua pendeta dan pelayan gereja GPIB se Jakarta Timur yang hadir dalam gereja itu. Lebih dulu dinyanyikan dalam notasi. Setelah itu, diiringi keyboard dan organ, koor raksasa itu dengan mahir mengumandangkan Mars Universitas Al-Zaytun Indonesia di gedung gereja GPIB Koinonia itu.

Dialog Perdamaian
Sebelum Mars Universitas Al-Zaytun itu berkumandang, berlangsung dialog antara para pendeta dan pelayan gereja GPIB dengan Syaykh Panji Gumilang. Diawali pertanyaan dari Pdt Nyonya Ein Debel Pitoi, dari GPIB Agape. Dia pendeta wanita yang pernah melayani di Situbondo saat peristiwa menghebohkan di sana. Menurutnya, ternyata penyulut peristiwa itu bukan merupakan bagian dari orang-orang Situbondo.

Pdt Ein Debel menanyakan dua hal. Pertama, bagaimana Al-Zaytun mengakomodir perempuan. Apakah mereka juga memperoleh kesempatan yang sama dalam menghadirkan diri di tengah-tengah jamaah. “Saya sampaikan ini karena di gereja, kami perempuan bisa berkhotbah di mimbar dan kami juga boleh memegang jemaat.

Kedua, mengenai misi perdamaian. Dia mengungkap peristiwa di Ambon, Maluku, yang sebelumnya sangat bersaudara. Kami teriris dengan peristiwa yang terjadi pada tahun 1999 itu. “Tapi di bulan suci ini kita berharap, dengan perjumpaan ini perdamaian dan persaudaraan terwujud,” katanya.

Menjawab pertanyaan ini, Syaykh menjelaskan bahwa pihaknya di Al-Zaytun memproses. Karena kehidupan ini adalah proses untuk menuju peradaban yang dapat membawa manfaat kemudian mampu menjadi rujukan untuk pemecahan masalah-masalah sosial.

Dijelaskan, di Al-Zaytun hari ini bukan lagi hanya mengakomodir para wanita di tugas masing-masing namun diberi kebebasan sepanjang sang wanita itu memiliki kemampuan untuk tugas itu. Jadi dasarnya adalah kemampuannya. Satu contoh, proses yang sedang terjadi, organisasi pelajar di Al-Zaytun ada disebut presiden, ada kementerian-kementeriannya. Presiden yang terpilih itu wanita. Ini sebagai jawab bahwa di sana diakomodir.

Syaykh menjelaskan bahwa berdiri di mimbar, berkata menyampaikan pesan-pesan ada yang dinamakan khotbah, ada pesan-pesan yang dinamakan pidato. “Arti dalam lingkungan kami, antara khotbah dan pidato itu dibedakan. Jadi kalau khotbah itu biasanya di mimbar jum’at, berdiri di depan menyampaikan pesan-pesan. Kemudian kalau pidato, pada hari apa saja di hadapan siapa saja. Padahal khotbah dan pidato itu sama, khotbah adalah bahasa Arab sedangkan pidato bahasa Indonesia. Begitulah lingkungan kami yang masih seperti itu, maka kami ikuti saja. Tapi proses budaya akan berubah. Khotbah dan pidato itu-itu juga. Namanya setali itu kata orang Jawa ‘telong uang’ maka menjadi bahasa Melayu, ‘setali tiga uang’ – sama saja.”

“Kami sedang menuju proses ke sana dan proses ke sana itu melalui pendidikan. Jadi kami sebarkan semua ide-ide bagus, ide-ide baik melalui pendidikan. Jadi insyallah kita sama, kami juga seperti itu, seperti ibu juga. Dan anak-anak didik kami, kami hantarkan ke sana. Bahkan kami sering diskusi di Mesjid dengan para putri-putri, kita sampaikan, kapan kamu akan menjadi khotib di mimbar Jum’at ini?”

Selanjutnya Pdt Engelina Marthatulaar, pelayan di GPIB Cililitan, menyampaikan sebuah harapan. “Saya boleh mengatakan bahwa ini pertama kali saya merasakan bahwa saya bukan minoritas di Indonesia ini karena bapak-bapak dan ibu-ibu dari keluarga besar Al-Zaytun yang begitu rendah hati menampakkan kedamaian,” kata Pdt Engelina mengawali.

Dia juga mengatakan kerinduan punya pemimpin seperti PM Malaysia, Badawi, yang begitu berani memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keamanan. Pendeta ini berharap, Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan formal yang berdasarkan agama melahirkan calon-calon pemimpin bangsa.

Syaykh menyampaikan terimakasih atas harapan ini. “Kami juga berdoa semoga ibu mendapatkan pemimpin seperti yang ibu kehendaki,” ujar Syaykh. Kemudian, Syaykh menegaskan, sebaiknya jangan ada di dunia ini yang merasa mayoritas dan minoritas.

“Tatkala zaman perdamaian yang kita perjuangkan, kita menjadi minoritas kalau tidak cinta perdamaian dan kita menjadi mayoritas umat Tuhan yang suka perdamaian. Jadi ukurannya perdamaian. Tatkala kita tidak berdiri di atas perdamaain, kita menjadi minoritas karena dunia hari ini menghendaki perdamaian,” ujar Syaykh yang disambut tepuk tangan untuk kesekian kalinya.

Kemudian seorang pemuda gereja tampil ke depan menyampaikan pendapat dan pertanyaan. Dia mengatakan bahwa apa yang dicita-citakan oleh Syaykh Panji Gumilang adalah suatu hal luhur. Tapi, katanya, kadangkala kita juga tidak boleh memandang sebelah mata bahwa keadaaan kita di Republik Indonesia yang kita cintai ini ternyata masih sering agama itu bukan menjadi ajaran aturan hidup.

Dia pun menggambarkan bahwa sebagai umat Kristiani, memang selama ini banyak mengalami hal-hal yang membelenggu dalam hal untuk mengeluarkan citra kita sebagai rakyat berbangsa yang bermartabat. Menurutnya, sekarang kita sudah tidak bisa mengklaim diri kita sendiri di negara kita sendiri karena berbeda pendapat.

Dia cukup terharu dengan apa yang disampaikan Syaykh Panji Gumilang. Bukan bermaksud untuk memuji-muji. “Tetapi ini merupakan satu hal yang pertama dan kalau dikembangkan akan mempunyai nilai yang sangat strategis untuk bangsa ini. Bapak-bapak dan Ibu mau masuk di gereja ini, itu hal yang sungguh luar biasa karena masih banyak orang yang tidak menyetujui hal demikian,” katnya bersemangat.

Dia pun menguraikan apa yang pernah didengar tentang kisah bahwa Nabi Muhammad dan sahabat. Tatkala sahabatnya itu dalam perjalan membutuhkan persinggahan, nabi Muhammad mempersilahkan istirahat di Mesjid dan sahabatnya itu pun diperbolehkan beribadah. “Itu sangat luar biasa,” ungkapnya.

Kisah-kisah seperti itu pernah didengar sewaktu masih kecil karena dia bersekolah di sekolah Islam. Dia pun mengungkapkan pernah juara Qori tahun 1984-1985 di Mesjid Istiqlal dalam satu acara yang diselenggarakan oleh ibu-ibu Mesjid. “Ketika itu mereka sempat menanyakan saya karena mereka pikir saya seorang muslim. Saya bilang saya seorang Kristen tetapi bagi saya ini suatu hal yang bagaimana saya memuji Tuhan,” ungkapnya.

“Saya melantunkan ayat-ayat itu bersahajad, saya merasakan sahajad. Karena saya sependapat dengan bapak bahwa Tuhan kita itu sama. Kalau Tuhan itu dua berarti satu-satu, nanti berantam di udara atau di sorga. Kalau seperti itu berarti kita sudah tidak punya Tuhan sebagai pimpinan,” katanya.

Dia pun menjelaskan bahwa di gereja, sebagai seorang anak diajarkan tentang pendalaman Alkitab yakni tentang artinya. Setelah itu di sidi atau ditekukkan yang melambangkan bahwa dia sudah menguasai dan sudah bisa mempertanggungjawabkan segala perbuatannya sesuai dengan imannya. Mungkin, katanya, kalau di saudara-saudara kita Islam, belajar Qur’an atau hafal Al-Qur’an. Jadi kalau di Kristen, itu diartikan bahwa kita sudah bisa menjabarkannya dalam bentuk kasih.

Lalu Sang Pemuda itu pun mengajukan dua pertanyaan. Pertama, apakah perdamaian itu sudah dimasukkan dalam pengajaran mungkin dalam bentuk kurikulum ataupun seperti dalam pada bulan puasa menyambut Hari Raya Idul Fitri, contohnya seperti santri kilat?

Kedua, kita masih mendengar adanya teriakan saudara-saudara kita baik itu Kristen, Hindu maupun Budha yang memang masih teraniaya. Yang gerejanya dibakar, yang orangnya juga didiskriminasikan sebagai kelompok minoritas. Bagaimanakah peran Bapak di sini dari Ponpes Al-Zaytun. Apakah sudah pernah ada dialog atau memberikan masukan-masukan buat pemerintah?

Syaykh menjawab dengan memberi penjelasan bahwa sebagaimana misi Al-Zaytun dalam melaksanakan pendidikan sudah barang pasti cita-cita luhur dan mulia ini masuk dalam kurikulum. “Kurikulum yang kita berikan kepada peserta didik sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, sudah kita perkenalkan apa yang dinamakan hak-hak azasi manusia. Kemudian kita praktekkan dalam kehidupan bersama, karena Al-Zaytun adalah merupakan kampus yang di dalamnya ada asrama-asrama, yang tinggal di dalamnya tidak kurang dari 13.000 penghuni setiap saat. Jadi untuk merealisir cita-cita damai untuk tersebar di seluruh masyarakat bangsa Indonesia, itu melalui penataan hidup yang ada di Al-Zaytun.”

Syaykh mengatakan, itu kita ciptakan, sehingga kekhawatiran-kekhawatiran yang ada tadi seperti agama dimasukkan dalam politik dan sebagainya, ini bisa kita berikan jalan keluar melalui penataan dalam kehidupan penyebaran damai tadi. “Sebab kalau kita sebagai pencinta damai menyebarkan kehidupan damai lantas kita merasa terserang oleh kehidupan yang hari ini ada, agama dipolitisir, itu nanti damai akan mundur dan susut.”

Syaykh Panji Gumilang, yang oleh Tokoh Indonesia digelari Pelopor Pendidikan Terpadu dan Tokoh Pembawa Damai, itu, menegaskan kita tidak boleh susut dengan cita-cita penyebaran damai. “Jadi apapun yang terjadi, proses atau pun evolusi pasti terjadi karena bangsa terdidik itu mengalami evolusi diri dan evolusi cita-cita menuju yang lebih baik,” katanya.

“Kami yakin dan seyakin-yakinnya, Indonesia entah itu dalam tempo yang singkat atau tempo yang tidak terlalu cepat, evolusi cinta damai ini akan bergerak dan sekat-sekat yang kita khawatirkan tadi akan berubah. Kita akan terus bergerak mereformasi bangsa ini sendiri sampai menuju sesuatu yang lebih sempurna. Dan kehidupan ini tidak ada yang full stop, selamanya semicolon, titik koma. Dan yang memproses titik koma itu adalah kita pencinta damai ini, sehingga tatkala titik koma di satu dekade A, di situ kita merasakan damai.”

Syaykh mengatakan kejadian seperti malam ini nampaknya bagi yang belum pernah merasakan, ini merupakan baru kali pertama. Tapi kami-kami dan kita-kita yang sudah merasakan maka ini bukan kali pertama. Dan kala bangsa Indonesia merasakan, maka ini sesuatu yang lezat dalam kehidupan. “Mari kita positif thinking dalam setiap bergerak menyampaikan damai dan kasih. Dan mari kita selalu senyum dalam menegakkan damai dan kasih.” seru Syaykh Panji Gumilang.

“Mudah-mudahan apa yang telah kita jalin ini akan semakin meluas dan menjadi panutan bagi bangsa Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke,” Syaykh Panji Gumilang mengakhiri. Acara pun dilanjutkan dengan makan bersama dan ramah tamah di aula gereja. Di depan aula gereja itu pun telah terpampang spanduk ucapan Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1426 H. Mohon maaf lahir dan batin. ► ti/Berita Indonesia, Liputan Marjuka Situmorang

 

Maahad al-Zaytun & Suntikan Jarum Orientalis

Sejak beberapa dekad yang lalu, terdapat usaha-usaha yang merbahaya untuk menolak pemikiran jitu Islam. Usaha meracun pemikiran Islam di kalangan individu Muslim ini dibuat melalui penerapan nilai secara halus yang digiatkan oleh orientalis Barat. Maka tidak hairanlah apabila wujudnya gerakan-gerakan yang didasarkan atas nama Islam sedangkan di dalamnya terdapat unsur-unsur kebaratan dan christianity, liberal dan juga pluralis. Antaranya ialah dengan menimbulkan kefahaman baru dalam pentafsiran al-Quran. Menimbulkan kesangsian dan syak wasangka terhadap institusi zakat dan pelaksanaannya serta menimbulkan aliran baru dalam dunia Islam agar saling bermusuhan sesama sendiri. Semua ini menambahkan lagi kecelaruan dan dominasi protokol Zionis 1902.

Missionary Kristian dan Orientalis pernah menyatakan bahawa matlamat mereka bukan sahaja untuk melahirkan generasi baru yang sanggup mencemuh segala nilai hidup keislaman, tetapi juga nilai hidup ketimuran dan juga berusaha menjauhkan segala ciri-ciri kebudayaan Islam. Pendukung gerakan ini berusaha dengan penuh dedikasi untuk menghancur-leburkan ketokohan pemimpin Islam – Rasulullah, para sahabat, perajurit dan ahli fikir di samping bergiat menonjolkan watak yang luar biasa seperti al-Hallaj, al-Sahruwardi, Basysyar dan al-Rawandi.

Kegiatan yang paling merbahaya pernah dilakukan oleh gerakan kesesatan ialah memperkenalkan aliran pemikiran baru dalam bentuk yang menarik dan ilmiah, sebagai alternatif kepada pemikiran yang sedia ada yang dimomokkan dengan tujuan untuk mengalihkan pandangan umum yang murni kepada pemikiran baru. Serangan terhadap al-Quran, bahasa Arab dan manhaj Nabi Muhammad s.a.w dilakukan secara tersembunyi melalui suntikan psikologi.

Disamping itu, gerakan ini juga berusaha menghancurkan nilai-nilai Islam dengan meletakkan keraguan terhadap agama, bahasa sejarah, idea dan kepercayaan.

Golongan missionary turut menimbulkan keraguan dan fitnah serta menyebarkan idea-idea murtad dan falsafah permissif serta menimbulkan perkara-perkara yang dianggap sebagai kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam bahasa Arab dan Islam.

Melihat dari keterangan-keterangan ini, bukankah jelas bahawa NII KW9 dan Maahad al-Zaytun mempunyai perkaitan dan adalah hasil dari agenda orientalis?